Jakarta, KompasOtomotif - Menanggapi rencana
pemerintah menggalakan penggunaan bahan bakar gas (BBG) untuk
transportasi umum, PT Hino Motor Sales Indonesia yang memasarkan truk
dan bus, siap menjalankannya. Khususnya, memasarkan truk dan bus dengan
mesin berbahan bakar gas ke Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Santiko Wardoyo, Direktur Penjualan dan
Promosi HMSI yang baru saja menjabat mulai Januari 2012 di Epicentrum,
Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (31/5/2012). "Kami sudah memasok 90
unit bus BBG untuk TransJakarta. Berarti kami sudah punya teknologinya
dan siap pula memasarkannya. Syaratnya, peraturan jelas," tegas Santiko.
Dijelaskan, populasi truk BBG Indonesia masih sedikit. Jika pemerintah bertekad mengubah seluruh bus kecil (truk ringan) ke BBG, potensinya malah jauh lebih besar, yaitu 5 persen dari total pasar truk ringan di Indonesia. Saat ini konsumen masih kurang tertarik dengan BBG karena infrastruktur masih sangat terbatas.
"Untuk memasarkan jenis bus ini di Ibukota untuk trayek tertentu masih mungkin. Pasalnya, stasiun pengisian ada meski sangat terbatas. Tapi, kalau di luar kota, sangat sulit mendapatkannnya," lanjut Santiko. "Di Thailand," lanjutnya, "40 persen penjualan truk Hino sudah menggunakan BBG."
Infrastruktur
Irwan D Sutanto, Executive Officer Marketing HMSI menambahkan, penyebab utama rendahnya penjualan kendaraan niaga yang menggunakan BBG adalah infrastruktur. Saat ini ketersedaiaan stasiun pengisian BBG di Ibukota hanya ada lima. "Jumlah tersebut jelas tidak mencukupi," komentarnya.
Faktor lain juga harus diperhatikan oleh pemerintah - sering dianggap sepele tapi mendasar - adalah kualitas pompa atau selang. Pasalnya, langsung mempengaruhi efektivitas pengisian sehari-hari.
"Salah satu kelemahan pengisian BBG pada kendaraan adalah waktu pengisian. Dengan fasilitas sekarang ini, untuk mengisi penuh tangki BBG satu bus TransJakarta berkapasitas 720 liter, butuh 20-30 menit. Bayangkan kalau ada 300 bus! Berapa lama antriannya," tegas Irwan
"Salah satu kelemahan pengisian BBG pada kendaraan adalah waktu
pengisian. Dengan fasilitas sekarang ini, untuk mengisi penuh tangki
BBG satu bus TransJakarta berkapasitas 720 liter, butuh 20-30 menit.
Bayangkan kalau ada 300 bus! Berapa lama antriannya," tegas Irwan
Dijelaskan, populasi truk BBG Indonesia masih sedikit. Jika pemerintah bertekad mengubah seluruh bus kecil (truk ringan) ke BBG, potensinya malah jauh lebih besar, yaitu 5 persen dari total pasar truk ringan di Indonesia. Saat ini konsumen masih kurang tertarik dengan BBG karena infrastruktur masih sangat terbatas.
"Untuk memasarkan jenis bus ini di Ibukota untuk trayek tertentu masih mungkin. Pasalnya, stasiun pengisian ada meski sangat terbatas. Tapi, kalau di luar kota, sangat sulit mendapatkannnya," lanjut Santiko. "Di Thailand," lanjutnya, "40 persen penjualan truk Hino sudah menggunakan BBG."
Infrastruktur
Irwan D Sutanto, Executive Officer Marketing HMSI menambahkan, penyebab utama rendahnya penjualan kendaraan niaga yang menggunakan BBG adalah infrastruktur. Saat ini ketersedaiaan stasiun pengisian BBG di Ibukota hanya ada lima. "Jumlah tersebut jelas tidak mencukupi," komentarnya.
Faktor lain juga harus diperhatikan oleh pemerintah - sering dianggap sepele tapi mendasar - adalah kualitas pompa atau selang. Pasalnya, langsung mempengaruhi efektivitas pengisian sehari-hari.
"Salah satu kelemahan pengisian BBG pada kendaraan adalah waktu pengisian. Dengan fasilitas sekarang ini, untuk mengisi penuh tangki BBG satu bus TransJakarta berkapasitas 720 liter, butuh 20-30 menit. Bayangkan kalau ada 300 bus! Berapa lama antriannya," tegas Irwan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar